Apa Yang Dicari?

Beberapa pekan lalu aku diminta seorang teman untuk menjadi penerima tamu. Teman ini pernah tinggal di Inggris juga, di kota yang berbeda. Tamu yang dimaksudnya adalah pasangan British muslim. Sang istri keturunan British-Asian (keturunan Pakistan yang sudah beberapa generasi tinggal di Inggris). Suaminya seorang lelaki kulit putih, orang Inggris asli yang menjadi mualaf sekitar 8 tahunan yang lalu.

Lanjutkan membaca “Apa Yang Dicari?”

Kecoa di Flat Kami

Duh, maaf ya kata pertama di judulnya mungkin membuat sebagian orang ngeri. Hehe. Pertama kali kami lihat kecoa di Inggris tuh sekitar tahun 2021. Iyah, ini cerita lama tapi sayang kalau kulupakan begitu saja. Hehe. Dan itu akhirnya gimana? Heboooh..

Lanjutkan membaca “Kecoa di Flat Kami”

Membuat Paspor Bayi di Inggris Dengan Layanan Jemput Bola

Alhamdulillah, akhirnya nak bayi punya paspor. Awalnya, kami berencana untuk membuat paspor langsung di KBRI London. Dengan asumsi angka kasus Covid-19 menurun. Qadarullah, makin parah ternyata. Walhamdulillah, ada teman yang memberi tahu bahwa ada layanan Jemput Bola dari KBRI London yang diadakan di beberapa kota, termasuk Oxford. Kami jadi bisa membuat paspor tanpa perlu bepergian ke London. Lanjutkan membaca “Membuat Paspor Bayi di Inggris Dengan Layanan Jemput Bola”

Jangan Menunda Bahagia, Ya

Sebagian orang berkomentar padaku,

“Seneng ya bisa tinggal di luar negeri terus.”

“Enak ya merantau terus.”

“Kayaknya seru ya jalan-jalan terus.” (aku bahkan sangat jarang travelling! 😅)

Bahkan, ada sebagian yang ketika ngobrol denganku lebih mengutamakan keluhannya dengan tinggal di tempatnya saat ini, terang-terangan mengatakan kurang bahagia ketika impiannya untuk belajar/tinggal di luar negeri belum/tidak tercapai. Padahal, pasti ada hikmah di balik keputusan Allah yang belum meloloskan usahanya. Entah nanti, atau nanti….

Percayalah, ada masanya—mungkin sering—ketika aku ingin pulang, di Indonesia saja, di tempat tinggal impian kami. Ada banyak alasan. Sebagian kecilnya bisa kalian baca di halaman perkenalan blog ini. Tapi, dengan aku berlanjut membuat daftar alasan, aku akan merasa semakin tidak bersyukur. Tidak bahagia.

Jadi, tidak ada pilihan. Mari bersyukur dan berbahagia sekarang, apapun keadaannya. Di mana pun.

Berbahagialah dengan membahagiakan orang lain, bermanfaat bagi yang lain. Meski tidak terekspos. Di mana pun.

Bahkan kuyakin, tetap ada segelintir orang yang sedang mencoba berbahagia—dengan menambah syukur—di daerah konflik sana.

Kutipan di atas sekaligus jadi pengingat buatku. Ketika mulai tergoda. Bahwa plesir, wisata kuliner, belanja gila-gilaan, atau berlomba menunjukkan pencapaian bukanlah sebab utama agar hati bisa selalu merasa bahagia. Agar jiwa lupa dengan semua kesedihan dan kesulitan hidup. Bukankah bahagia itu letaknya di hati?

.

.

.

Ditulis entah berapa bulan yang lalu. Mungkin sejak tahun lalu? Kebiasaan banget kan, banyak disimpan di draft aja.

Sekarang jadi pengingat lagi, agar diri sendiri tidak menunda bahagia.

Si Mat

Pernah enggak, mengeluh karena di Indonesia simatnya (sinar matahari) terik? Saya kayaknya sering deh, terutama waktu tinggal di Gorontalo, astaghfirullah 😥

Tapi, begitu sampai di sini rasanya jadi rinduuu dengan simat. Terbayang-bayang jemuran yang kering cuma dalam waktu beberapa jam saja. Duh, kebahagiaan emak-emak banget kan ya lihat jemuran bersih, kering, dilipat, disetrika kapan-kapan. Hehe.

Lanjutkan membaca “Si Mat”

Kepekaan yang Hilang

Lama-lama tinggal di negara maju yang (katanya) kualitas hidupnya lebih tinggi daripada di Indonesia kadang bikin kepekaan memudar. Di antara penyebabnya bisa jadi karena jarang melihat orang-orang yang posisinya “di bawah” kita atau simply karena kurang gaul dengan orang-orang yang punya empati tinggi. Belum lagi dikepung budaya konsumtif. Dan… inilah yang saya rasakan.

Lanjutkan membaca “Kepekaan yang Hilang”

Dari Indonesia ke Inggris di Tengah Pandemi

Maapkeun itu face shield yang posisinya kurang ke bawah, geser terus karena dibawa tidur 😅

Alhamdulillahi bi ni’matihi tatimmus shalihat. Akhirnya kami bisa sampai dengan selamat di Oxford, setelah mudik ke Indonesia sejak Desember 2019 kemarin. Kalau dipikir-pikir, rasanya masih agak enggak percaya bisa sampai di sini, melihat dinamika transportasi udara dan peraturan tiap negara yang sering berubah.

Perjalanan ini jadi pengalaman yang amat berbeda bagi kami karena kondisi yang tidak baik-baik saja. Apalagi kalau bukan pandemi Covid-19 dan keadaan kami pribadi yang enggak sama lagi (saya akan ceritain detailnya nanti-nanti jika masih ada umur, insyaallah).

Lanjutkan membaca “Dari Indonesia ke Inggris di Tengah Pandemi”

Mengurus Visa UK Dependant Tier-4 (2019) dan Memperbaiki Valid Date Yang Salah

Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat, tahun ini Allah memberiku rezeki menemani suami di tempat belajarnya di Oxford, Inggris. Sebelum akad nikah, aku mulai mencicil keperluan untuk mengurus visa, seperti memperpanjang paspor dan mengorganisir berkas yang dibutuhkan dalam satu folder. Dokumen-dokumen lain diurus menyusul setelah akad. Dari hasil Googling sebenarnya tidak banyak peraturan yang berubah untuk mendaftar visa dependant Inggris. Hanya saja, testimoni dari beberapa orang sih katanya agak tricky, terutama berhubungan dengan berkas yang dibutuhkan. Dan karena mendaftar visa Inggris membutuhkan biaya yang cukup menguras kantong (untuk bayar asuransi kesehatan dan biaya visa itu sendiri), jadi ya benar-benar harus dipersiapkan dengan baik. Lanjutkan membaca “Mengurus Visa UK Dependant Tier-4 (2019) dan Memperbaiki Valid Date Yang Salah”