Kilas Balik: dari Tangsel ke Nagoya #1

Mumpung saya belum pulang, siapa tahu saya masih bisa ingat-ingat bagaimana saya bisa ke Jepang 😀

~~

Di sekolah SMA kami, MAN Insan Cendekia, pengenalan jurusan dan perguruan tinggi sejak awal kelas 3 atau bahkan sebelumnya itu hal yang biasa. Biasanya setiap hari Sabtu (terkadang juga hari lain) siswa kelas 3 dikumpulkan dalam aula untuk mendengarkan presentasi dari satu universitas tertentu atau lembaga penyedia beasiswa.

Waktu itu, sekitar tahun 2011 Lembaga Nan-Unggul Indonesia dari Surya Institute datang ke kampus kami mengenalkan program beasiswa Indonesia Leadership Award. Saya agak lupa bagaimana detailnya, tapi mungkin di saat yang bersamaan atau berdekatan ada juga presentasi tentang Global 30 Program (selanjutnya disebut G30) dari beberapa universitas di Jepang termasuk Nagoya University, Kyoto University, dan Tohoku University. Program ini adalah program perkuliahan dari undergraduate hingga graduate di Jepang dalam bahasa Inggris, di mana semua pelajaran juga akan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Tentu saja ini menjadi angin segar bagi para pelajar yang ingin melanjutkan studi di Jepang karena biasanya untuk bisa berkuliah jenjang sarjana di Jepang calon mahasiswa harus memiliki kemampuan bahasa Jepang yang sangat bagus.

Nah, titik temunya adalah: dengan beasiswa ILA para mahasiswa akan diberangkatkan menuju universitas-universitas penyelenggara G30. Harapan akhir dari program ini, akan ada makin banyak anak Indonesia yang bisa menempuh pendidikan yang bagus di luar negeri dan kelak membangun Indonesia dengan ilmunya.

Bagi saya yang saat itu sedang berada di kelas 3, berita ini menjadi angin segar untuk kelanjutan studi saya. Orang tua saya sendiri sangat menyarankan saya untuk mendaftar beasiswa jika ingin lanjut hingga jenjang sarjana karena keadaan finansial keluarga yang belum memungkinkan. Segera setelah mendapatkan informasi tersebut, saya segera mengabarkan kedua orang tua untuk meminta restu. Awalnya, ibuk ragu-ragu terutama karena beasiswa tersebut bertujuan ke luar negeri. Saya ingat sekali, hampir setiap akhir pekan dalam sesi telepon kami ibuk selalu menanyakan keseriusan saya. Hingga akhirnya beberapa pekan setelahnya orang tua memberikan restu, alhamdulillah.

Tahapan seleksi ILA sendiri ada waktu itu terdiri dari beberapa tahap:

1.Seleksi berkas

Meliputi rapor (saat itu rata-rata nilai minimal 75, sekarang sepertinya lebih ya), hasil tes kemampuan bahasa Inggris, dan formulir pendaftaran

2.Tes tulis berdasarkan pilihan jurusan

Waktu itu terdapat pilihan jurusan A dan B (saat ini ada beberapa pilihan lain termasuk sosial) yang terdiri dari golongan Kimia-Biologi atau Fisika-Matematika. Mata pelajaran yang diujikan adalah bahasa Inggris, kimia, matematika, biologi untuk golongan jurusan kimia-biologi sementara golongan jurusan Fisika-Matematika mapel biologi diganti dengan fisika.

Waktu itu seleksi tulis diadakan di kampus sekolah kami. Lucunya sebagian besar pesertanya ya teman-teman seangkatan kami di IC semata-mata sih karena sosialisasi program ini belum tersebar luas.

3.Wawancara dengan pihak LNI dan simulasi IELTS

Bahasa yang digunakan dalam sesi wawancara adalah bahasa Inggris. Saat itu yang saya ingat pertanyaannya meliputi: mengapa kamu memilih jurusan ini? bagaimana dirimu 10 tahun lagi?

Saya ingat banget waktu itu saya bilang ingin jadi ahli ekologi nomor 1 di Indonesia, sayangnya jurusan yang saya pilih sama sekali tidak mempelajari ekologi. 😅 Beberapa waktu setelah pengumuman seleksi, saya tahu dari pengalaman teman-teman saya sepertinya jawaban “Menjadi ibu rumah tangga” bukanlah jawaban yang tepat. Untung saja semasa itu saya masih tidak ada pikiran untuk berumah tangga di masa depan. 😄

4.Pendaftaran ke perguruan tinggi tujuan

Calon mahasiswa yang lolos seleksi wawancara dengan LNI selanjutnya memasuki tahap pendaftaran ke perguruan tinggi. Saat itu kami diberi pilihan tiga universitas tujuan di Jepang: Nagoya University, Tohoku University, dan Kyoto University. Meskipun di formulir pendaftaran saya menjadikan pilihan pertama saya jurusan AMB Tohoku University dan Nagoya University. Qadarullah, pihak pemberi beasiswa menghendaki saya mengambil pilihan ke dua. Inilah yang akhirnya mendasari saya untuk melanjutkan studi ke Nagoya University.

Saya kurang tahu apakah program ILA ini saat ini masih ada/tidak. Di tahun keberangkatan saya dan teman-teman, kami mendapatkan beasiswa dari Dikti. Jadi intinya sih LNI menjadi perantara bagi para sponsor (Dikti dan mungkin sponsor BUMN atau swasta lainnya). Di tahun-tahun selanjutnya, sponsor ILA tak mulu dari Dikti, beberapa tahun terakhir ini malah jatuh ke tangan Kemenag yang sedang gencar-gencarnya mempromosikan prestasi sekolah madrasah/Islam.

Meliputi apa aja beasiswa ILA? waktu itu ada 2 jenis: full dan partial. Full termasuk biaya hidup dan tuition fee, sedangkan partial hanya tuition fee. Living allowance-nya bervariasi tergantung kota tempat univ yang kita tuju.

Jujur saja, saya mengalami ups and downs dengan beasiswa ini. Jadi suka dukanya banyaak. Apakah direkomendasikan? kalau itu mah PM saya aja ya 😁

-Kansai Airport, 1 Oktober 2016 04:54 JST

3 komentar pada “Kilas Balik: dari Tangsel ke Nagoya #1”

  1. mba niiis,
    kartu pos nyampe sebulan lalu yaa..

    punten pisan baru ngabarin.
    kalo liat postingan baru inget heuheu..

    nuhuuun pisan.
    ma’asalamah yaa..

    smoga berkesempatan ketemu di Indonesia ^__^

    Suka

Komentar saya...