Menciptakan Rasa Nyaman

Suasana nyaman dan menyenangkan akan membuat otak berada dalam keadaan OLS (Optimum Learning State). Keadaan OLS adalah suatu keadaan konsentrasi total yang mampu menyerap secara total perasaan, sehingga seseorang berada dalam kekuasaan tertinggi saat itu dan memperlihatkan kondisi belajar tertinggi dari kemampuan yang dimiliki.

-Mihaly Csikzentmihalyi, dikutip dari terjemahan pada buku “5 Guru Kecilku” oleh Kiki Barkiah

Menemukan kutipan tersebut ketika saya membaca kisah-kisah bu Kiki dengan anak perempuannya, Shafiyah, yang pernah mengalami keengganan berangkat ke sekolah. Ternyata, Shafiyah yang dasarnya memiliki sifat introvert ini merasa malu, ketakutan, dan tidak nyaman karena ia tak mudah berteman di sekolah, pun tak bisa berbahasa Inggris dengan lancar kala itu. Bu Kiki dan suami yang menyadari hal ini akhirnya mencarikan solusi bersama guru Shafiyah dengan menciptakan kenyamanan baginya. Caranya, Shafiyah dipasangkan dengan seorang temannya, yang akan mengenalkannya pada teman-teman lain dan mengajaknya berkegiatan di sekolah. Taktik ini ternyata berhasil. Shafiyah yang tadinya takut pergi ke sekolah menjadi teramat gembira, bahkan menanti-nanti saat ke sekolah.

Membaca kisah bu Kiki tentang Shafiyah seperti berkaca pada diri saya sendiri. Sejak kecil saya teramat susah berteman dan bertemu orang baru. Bahkan saya ingat, dari kelas 1 hingga kelas 3 atau 4, saya hanya jadi pengekor seorang teman lainnya di sekolah, Laila namanya. Sekali saya bertengkar dengannya, artinya saya hampir tidak akan bermain dengan teman yang lainnya. Sendiri saja.

Bedanya, dalam kisah bu Kiki, bu Kiki dan suami beserta guru Shafiyah segera mengambil tindakan untuk membantunya. Sedangkan saya tidak. Orang tua dan guru hanya tahu saya sebagai anak yang terlalu pemalu dan agak anti-sosial. Itu saja.

Menginjak SMP, alhamdulillah, saya dipertemukan dengan dua makhluk ekstrovert yang sangat berperan dalam menciptakan lingkungan yang nyaman. Mereka lah yang seringkali nge-genk dengan saya baik dalam mengerjakan tugas ataupun bermain. Mereka yang mendorong saya agar berani berbicara di depan kelas, menyuarakan pendapat pada guru, maupun menjalin pertemanan baru dengan orang lain. Tanpa campur tangan mereka (dan izin Allah juga tentunya) mungkin saya tidak akan pernah dikenal oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai siswi yang cerewet untuk urusan soal latihan. Dan mungkin sekali, saya akan kembali jadi Annisa masa SD yang hanya bisa duduk menunduk di kursi pojok kelas. Secara tak langsung, bantuan moral mereka membuat saya lebih nyaman belajar dan mendongkrak prestasi saya.

Masa-masa PD saya sepertinya berlangsung hingga SMA. Begitu memasuki masa kuliah, di tempat baru dengan bahasa baru, saya serasa kembali ke masa SD. Kali ini, tidak ada lagi seseorang yang bisa saya kinthili (ikuti) ke mana pun dan bagaimanapun langkahnya. Lagi-lagi, masa-masa Annisa yang selalu gemetar ketika akan memulai pembicaraan (terutama di depan banyak orang) terjadi. Akibatnya lumayan, tiap kali presentasi tak peduli sekeren apapun materi yang akan saya sampaikan, saya hampir selalu kelabakan, salah pronunciation, lupa isi. Ketika sesi perkenalan, atau dimintai pendapat pun bibir saya seolah terkunci, otak blank, gagap.

Tapi, bukannya yang seperti ini tidak bisa selamanya terjadi?

Mau tidak mau, saya harus bisa menciptakan kenyamanan saya sendiri. Dan ternyata, kenyamanan itu datang salah satunya dari pikiran kita. Tidak dapat dipungkiri, bayangan kegagalan dan ketakutan akan banyak hal yang belum terjadi menjadi faktor terhapusnya rasa nyaman. Padahal, jika mau berdamai dan menggantikan pikiran negatif dengan yang positif, rasa nyaman akan datang.

Beberapa waktu terakhir ini, saya mencoba melakukan hal ini:

Case 1: Presentasi progress report.

  • Masalah: saya tidak bisa spontan menjelaskan sesuatu dalam bahasa asing tanpa mempersiapkan.
  • Solusi: tulis semua yang ingin saya katakan di bagian notes, pahami, hafalkan, ulang berkali-kali dengan pronunciation yang benar. Lakukan simulasi di depan orang lain/depan cermin sambil membayangkan orang-orang di dalam ruangan itu. Jangan lupa, senyum Pepsodent 🙂
  • Hasil: Alhamdulillah, presentasinya tidak semengerikan yang saya kira. Dan hampir semua orang bilang penjelasan saya smooth dan natural :”)

Case 2: Menulis skripsi

  • Masalah: Saya terlalu takut untuk mulai menulis, takut salah grammar lah, serasa di lab banyak tekanan lah (padahal aslinya nggak ada apa-apa), kurang PD berhadapan dengan sensei yang pinter banget lah
  • Solusi: Berpikir positif sejak bangun pagi! Jangan biarkan pikiran negatif mendistraksi. Sensei baik kok, salah juga gapapa loh, sebenarnya skripsi itu bisa selesai cepet banget asalkan serius loh, dan kalau udah selesai cepat kamu bisa ngerjain hobi kamu. Berpikir santai aja.. dan berusaha yang terbaik 🙂
  • Hasil: Skripsi saya belum beres sih.. tapi saya sudah berhasil menyelesaikan separuh introduction dan 90% materials and method haha. Besok, insyaa Allah lebih pede dan semangat lagi mengerjakannya.

Case 3: Apapun

  • Masalah: Apapun (bertemu orang baru, ada acara dengan banyak orang, etc)
  • Solusi: Berdoa dan tetap tenang. Usahakan berkomunikasi dengan baik dan jangan ragu. Orang-orang dan hal baru memang tampak mengerikan, menakutkan, melelahkan. Tapi jangan pernah takut, karena ada Allah yang akan memberi kekuatan 🙂

 

Ramadan hari ke-2. Ditulis untuk diri sendiri. D-35 final presentation for graduation research. Semangat, tetap nyaman, dan jangan lupa bahagia! 😀

21 komentar pada “Menciptakan Rasa Nyaman”

  1. smoga dimudahkan segala urusannya ya, mba nisaa ^^

    sampe sekarang titin juga orang yang gak nyaman ada di depan, diperhatikan dll. lebih ekstremnya lagi gaksuka. jadi aja males belajar untuk ada di depan.

    *pledoi ini sih kayanya 😀

    Suka

    1. Hihi, saya kalau berbicara di depan masih bisa dipaksa mbak. Tapi bersosialisasi dgn orang itu yang masih perlu ditendang-tendang wkwk.
      Aamiiin, semoga doanya tersampai lebih-lebih untuk mbak titin ^^

      Suka

      1. kalo ketemu lgsung siy gak bakal percaya titin introvert deh 😀
        cerewet dan gampang sosialisasi juga.

        hanya enggak bgt kalo disuruh ngomong ke depan. gemeter mendadak hihi

        Suka

                    1. Oalah.. ngapak toh hihi. Memang mbk titin sampe berapa lama lagi di Bandung?

                      Suka

                    2. eh? kerja to mbak? wkwkw
                      Aamiin, semoga segera dipertemukan dan segera diboyong :))

                      Suka

                    3. Waah kalo ke Bandung ditraktir yaa *mental mahasiswa haha
                      Aamiin aamiin

                      Suka

                    4. gaktau deh,

                      waktu itu teh, asa ada postingan yg titin berkesimpulan gitu 😀

                      lupa postingan yg mana tapinya. apa salah orang yah, tapi asa enggak ah. hihi..

                      Suka

Komentar saya...